Monday, November 4, 2019

Apa Bedanya Restoran "Full Service" dan "Self Service"?


Baru-baru ini, viral di media sosial tentang perilaku turis Indonesia yang tidak membereskan sisa makanan dan peralatan makan yang mereka pakai usai makan di sebuah restoran di Jepang. Hal ini mungkin terkesan biasa saja jika terjadi di Indonesia.

Namun, beberapa tempat makan dengan konsep self service di luar negeri, termasuk Jepang, biasanya mengharuskan pelanggannya untuk melayani diri sendiri, mulai dari pemesanan, mengambil makanan, hingga membereskan sisa makanan dan peralatan makan yang telah dipakai.

Berbeda dengan di Indonesia, sebagian besar tempat makan, baik restoran kelas atas seperti fine dining sampai warung kaki lima, pelanggan terbiasa dilayani oleh pelayan. Pelayanan pun tak hanya sekadar mengantarkan pesanan, tetapi juga sampai membereskan sisa makanan dan peralatan makan yang sudah dipakai.

Di dunia food and beverage, konsep restoran bisa dibagi antara restoran full service dan self service.

Eduard R. Pangkerego, seorang hotelier yang sudah malang melintang di dunia food and beverage selama 14 tahun, menuturkan bahwa restoran full service menunjukkan bahwa tamu dilayani dengan penuh perhatian.

"Dimulai dari proses reservasi dan penerimaan tamu di depan restoran dilayani oleh staf khusus yang bertugas di sini, khusus untuk menyiapkan dan mengantarkan tamu ke meja yang sudah disiapkan. Lalu di sini proses order-nya adalah tamu melihat dari menu yang sudah disiapkan," kata Eduard.

Ia menuturkan restoran fine dining merupakan restoran full service. Menu pun biasa terbagi dua bagian yaitu table d'hote atau set menu. Set menu adalah menu dari appetizers (hidangan pembuka) sampai dessert (hidangan penutup) sudah disiapkan oleh pihak restoran.

"Atau kedua, ala carte menu, dimana menunya diberikan pilihan untuk tamu memilih dari appetizers sampai ke dessert," jelas Eduard yang kini berprofesi sebagai Corporate General Manager di jaringan hotel Artotel Indonesia.

Selain itu, lanjut Eduard, proses penyajiannya pun dilayani oleh pihak restoran, dalam hal ini pelayan atau waiter. Waiter mengantarkan makanan dan minuman satu persatu ke pihak tamu.

Sementara itu, untuk konsep self service, ungkap Eduard, ada beragam gaya. Eduard menjelaskan jika di Indonesia gayanya pun telah bercampur, salah satunya seperti restoran "all you can eat" dengan sajian prasmanan (buffet style).

"Prosesnya hanya dibedakan pada saat penyajian makanan. Di tipe restoran ini, makanan disajikan di meja terpisah atau counter terpisah, tamu akan mengambil makanannya di meja atau counter tersebut," katanya.

Namun, tambah Eduard, piring yang sudah selesai digunakan tetap dibersihkan oleh para pelayan restoran, juga terkadang untuk penyajian minuman masih harus dilakukan oleh para pelayan restoran tersebut..

"Ada self service yang lebih extreme. Tamu datang langsung memesan makanan dan minuman di counter khusus. Lalu untuk dapat duduk, tamu harus memilih meja yang masih kosong. Lalu biasanya tamu pun membuang sisa makanan dan peralatan makanannya sendiri ke counter atau tempat sampah yang sudah disediakan," jelas Eduard.

Jenis restoran ini, kata Eduard, biasanya merupakan food court atau kantin dan restoran fast food atau restoran cepat saji.

Hanya saja, berbeda dengan restoran cepat saji di luar negeri, perlu diakui umumnya restoran cepat saji di Indonesia pun memiliki pelayan yang membereskan sisa makanan dan peralatan makan.

No comments:

Post a Comment