Jalan-jalan ke Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), jangan hanya menikmati keindahan alamnya. Anda juga perlu membawa buah tangan sebagai teman bercerita pada sahabat tentang keindahan Indonesia timur tersebut.
KompasTravel berkesempatan mengunjungi beberapa sentra ekonomi di kota-kota Pulau Flores, dan menemukan berbagai produk oleh-oleh yang unik.
Berikut KompasTravel rangkum enam oleh-oleh yang bisa Anda bawa, usai melancong ke Flores, NTT:
Di daratan Flores yang berbatu dan berpasir, beras dan jagung ternyata sulit untuk tumbuh. Selain karena kekurangan zat hara dari tanah, juga kekurangan air, karena curah hujan yang sangat sedikit.
Untuk memenuhi keperluan pangan, masyarakat memiliki pangan alternatif yang tidak kalah lezatnya, yaitu sorgum. Sorgum di Flores bisa diolah menjadi berbagai macam sajian, mulai tepung mentah, bubur manis, hingga aneka kue.
Di toko oleh-oleh Anda bisa menemukan kue sorgun ataupun yang masih berbentuk tepung, dengan harga bervariasi, sekitar Rp 35.000 satu kilonya.
Flores terdiri dari delapan kabupaten/kota, semuanya penghasil madu hutan yang kaya. Jadi salah satu yang wajib Anda coba saat berkunjung ke sana ialah madu hutan flores yang asli.
Meski harganya relatif mahal, seperti Rp 75.000 per 350 mililiter, tetapi rasa dan kesegarannya dijamin masih otentik.
Anda bisa menemukan madu hutan yang tradisional yang keruh di desa-desa, ataupun madu hutan yang lebih higienis di toko atau sentra oleh-oleh Flores.
Keadaan alam Pulau Flores yang berbeda dengan Indonesia bagian barat, membuat hasil alamnya pun memiliki cirikhas, salah satunya jagung. Jagung di Flores tidak se manis di Jawa, tetapi gurih dan kering.
Jagung titie ialah keripik jagung, berbahan dasar jagung pulut asal Flores Tmur, tepatnya di Pulau Solor. Jagung tersebut ada yang berwarna putih, dan kuning, keduanya memiliki rasa yang berbeda.
Jagung kuning sedikit lebih manis, sedangkan jagung putih lebih terasa tepungnya. Meski jagung ini berasal dari Pulau Solor, tetapi pusat pengolahannya di Kecamatan Larantuka.
Untuk menikmatinya bisa dengan cara langsung dimakan mentah, ataupun digoreng terlebih dahulu. Untuk mengolahnya Anda tinggal menggorengnya tanpa harus dibumbui, karena keduanya sudah asin.
Kerajinan anyaman yang sudah turun temurun digeluti masyarakat NTT. Kini hasil karya masyarakat itu semakin dikenal dunia lewat berbagai ajang internasional hingga pejualan ekspor.
Salah satu ciri khas kerajinan anyaman daerah ini, menggunakan pucuk daun lontar yang baru berusia tiga bulan. Daun tersebut menghasilkan warna kuning muda dengan permukaan yang halus tetapi kuat.
Salah satu sentra pembuatannya ialah di Rumah Anyam DuAnyam, Desa Wolublolong, Pulau Solor, Flores, NTT. Anyaman yang dikerjakan di sini sangat beragam, mulai bentuk tikar, hingga souvenir-souvenir kecil.
Kopi yang satu ini memang begitu terkenal tidak hanya di NTT, tapi di Indonesia bahkan dunia. Namun, kini Anda sedang berada di tanah kelahirannya. Cobalah berkunjung ke Bajawa, untuk mencicip segarnya kopi asli dari perkebunan warga.
Anda juga bisa membeli kopi-kopi itu hasil pengolahan koperasi-koperasi masyarakat setempat. Konon kopi-kopi dengan label terkemuka juga mengambil sumber dari koperasi masyarakat di sana, sebelum dijual di Jakarta.
Salah satu tanaman yang cocok dengan kondisi alam NTT ialah kacang mete. Kacang di sini Dari pengamatan KompasTravel saat itu, mete yang diolah secara organik di Flores Timur menghasilkan biji yang lebih bulat, berwarna putih.
Menurut kepala UPH, sekaligus tetua adat di desanya Gabriel Belawa Maran (53), perbedaan itu hasil dari kontur bebatuan, dengan curah hujan yang sedikit di Flores Timur.
"Di sini bukan tanah berbatu, tapi batuan bertanah. Kamu bisa lihat nanti pohon itu tumbuh di sela batuan. Jadi nutrisinya itu banyak tersimpan di batuan," tutur pria yang kerap di sapa Ebiet.
Keunikan itulah yang menjadikan kacang ini kerap diburu wisatawan sebagai oleh-oleh Flores Timur, maupun Pulau Flores, NTT. Namun sayang, menurutnya mete yang tersebar jarang sekali yang menggunakan identitas Flores Timur, apalagi desa-desa penghasil metenya.
No comments:
Post a Comment